MAKALAH TENTANG
GAGAL GINJAL KRONIS
GAGAL GINJAL KRONIS
![]() |
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
Dosen Pembimbing :
Akademi keperawatan Dian Husada
Mojokerto
2017
Daftar isi
COVER ........................................................................
1
DAFTAR ISI ................................................................
2 BAB I PENDAHULUAN ............................................ 3
A. Latar
Belakang .......................................... 3
B. Tujuan ...........................................................
4
BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................5
A. Definisi
.......................................................... 5
B. Jenis
Gagal Ginjal ........................................ 5
GAGAL GINJAL
KRONIK ........................................ 6
1. Definisi GGK
...............................................6
2. Etiologi GGK
............................................... 8
3. ManifestasiklinisGGK ................................. 8
4. Patofisiologi GGK ....................................... 9
5. Komplikasi
.................................................. 11
C. Pemeriksaan
Penunjang Pada Gagal Ginjal ......... 11
D. ASUHAN
KEPERAWATAN GAGAL GINJAL 14
1. Pengkajian
.................................................. 14
2. Diagnosa Keperawatan
.............................. 17
3. Intervensi.....................................................
18
4. Pelaksanaan
................................................ 24
5. Evaluasi
...................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................ 26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ginjal merupakan organ
penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun
tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari
tubuh. Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya gangguan
pada ginjal, fungsi tersebut akan berubah.
Gagal ginjal akut (GGA)
adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara
mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi
produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin
Sedangkan Gagal
ginjal kronik biasanya terjadi secara perlahan-lahan sehingga biasanya
diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak
dapat disembuhkan. Gagal ginjal kronik dapat terjadi pada semua umur dan
semua tingkat sosial ekonomi. Pada penderita gagal ginjal kronik,
kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85%.
Melihat kondisi seperti
tersebut di atas, maka perawat harus dapat mendeteksi secara dini tanda
dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik. Sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien anak dengan gagal ginjal
kronik.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk
mendapat gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada anak dengan gagal
ginjal.
2. Tujuan Khusus.
Dengan
pembuatan makalah mahasiswa mampu :
a) Mengerti dan memahami konsep dasar gagal ginjal.
b) Melakukan pengkajian pada pasien dengan gagal ginjal.
c) Menentukan diagnosa keperawatan dan merumuskan
diagnosa prioritas gagal ginjal.
d) Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan gagal
ginjal
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Gagal ginjal terjadi
ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan
fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam
cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
penyakit traktus urinarius dan ginjal.
B. Jenis
Gagal Ginjal
1) Gagal
Ginjal Akut (GGA) = ARF (Acute Renal Failure)
· Sering
berkaitan dengan penyakit kritis
· Berjalan
cepat dalam hitungan hari – minggu
· Biasanya
reversibel bila penderita dapat bertahan dengan penyakit kritisnya
2) Gagal
Ginjal Kronik (GGK) = CRF (Cronic Renal Failure)
· Dimulai
dengan kerusakan yang progresif pada nefron dalam waktu lama dan ireversibel
GAGAL GINJAL KRONIK
1. Definisi GGK
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi
ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah
kondisi normal (Betz Sowden, 2002 )
Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan yang progresif
pada nefron yang mengarah pada timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan
meningkat ( Rosa M. Sacharin, 1996).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal
kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik
(Sumber: Chonchol, 2005)
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,
klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu
stadium yang lebig tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang
lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima
stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih
normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi
ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan
stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada
table 2.2 berikut :
|
|||||||||||||||||||||
Tabel 2.2
Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
(Sumber:
Clarkson, 2005)
|
2. Etiologi GGK
· Glumerulonefritis kronis
· Pielonefritis
· Hipertensi yang tidak dapat dikontrol
· Obstruksi saluran kemih
· Lesi herediter (seperti : penyaklit ginjal polikistik,
gangguan vaskuler, infeksi, medikasi, atau agen toksik)
· Nefrosklerosis
· Sindroma
Nefrotik
· Tumor
Ginjal
3. Manifestasi klinis GGK
· Umum : malaise, debil, letargi, tremor,
mengantuk, koma.
· Kulit : pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu
mengkilat, kulit kering bersisik.
· Mulut : lidah kering dan berselaput, fetor
uremia, ulserasi dan perdarahan pada mulut
· Mata : mata merah.
· Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan,
gagal jantung, pericarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena
jugularis, friction rub perikardial.
· Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru,
efusi pleura, krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
· Gastrointestinal : anorexia, nausea, gastritis,
konstipasi/diare, vomitus, perdarahan saluran GI.
· Muskuloskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan
otot, fraktur tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
· Genitourinari : amenore, atropi testis, penurunan
libido, impotensi, infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
· Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku.
· Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah mengalami
perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
4. Patofisiologi GGK
Gagal ginjal kronis
selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis
didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan
mencakup :
a. Penurunan
cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi
ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat
mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi
urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk
mendeteksi penurunan fungsi ginjal.
b. Insufisiensi
ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron
yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban
yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron
yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,
menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis.
c. Gagal
ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit
gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam
jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian
ginjal. (Corwin, 1994)
5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin
timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
a) Hiperkalemia
b) Perikarditis
c) Hipertensi
d) Anemia
e) Penyakit
tulang. (Smeltzer & Bare, 2001)
C. Pemeriksaan
Penunjang Pada Gagal Ginjal
1) Tes
Darah
· Nitrogen
urea darah (BUN) dan kreatinin serum – meningkat. kadar
kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
· Natrium
dan Kalsium serum – menurun.
· Kalium
dan Fosfor serum – meningkat.
· pH
dan bikarbonat (HCO3) serum – menurun (asidosis metabolik).
· Haemoglobin,
hematokrit, trombosit – menurun (disertai penurunan fungsi sel darah putih dan
trombosit).
· Glukosa
serum – menurun (umum terjadi pada bayi)
· Asam
urat serum – meningkat.
· Kultur
darah – positif (disertai infeksi sistemik).
· SDM:
menurun, defisiensi eritropoitin
· GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,
· Protein
(albumin) : menurun
· Magnesium:
meningkat
2) Tes
Urine
· Urinalitas
– sel darah putih dan silinder.
· Elektrolit
urine osmolalitas, dan berat jenis – bervariasi berdasarkan proses penyakit dan
tahap GGA.
· Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
· Volume
urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
· Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan
ginjal berat
· Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
· Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
· Klirens
kreatinin: mungkin agak menurun
· Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium
3) Elektrokardiogram
(EKG) – perubahan yang terjadi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit
dan gagal jantung.
4) Kajian
foto toraks dan abdomen – perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi
cairan.
5) Osmolalitas
serum:
· Lebih
dari 285 mOsm/kg
6) Pelogram
Retrograd:
· Abnormalitas
pelvis ginjal dan ureter
7) Ultrasonografi
Ginjal :
· Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa ,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
8) Endoskopi
Ginjal, Nefroskopi:
· Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
9) Arteriogram
Ginjal:
· Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
C. Pemeriksaan
Penunjang Pada Gagal Ginjal
Ó Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Ó Dukung fungsi kardiovaskuler
Ó Cegah infeksi
Ó Tingkatkan status nutrisi
Ó Kendalikan perdarahan dan anemia
Ó Lakukan dialisis
Ó Transplantasi ginjal
3) Gagal
Ginjal Kronis
a) Konservatif:
· Penentuan
dan pengobatan penyebab
· Pengoptimalan
dan maintanance keseimbangan garam dan air
· Koreksi
obstruksi saluran kemih
· Deteksi
awal dan pengobatan infeksi
· Pengendalian
hipertensi
· Diet
rendah protein, tinggi kalori
· Deteksi
dan pengobatan komplikasi
b) Terapi
penggantian Ginjal
· Hemodialisis
(membran semipermiabel ada pada mesin)
· Dialisis
peritoneal (membran semipermiabel menggunakan peritoneum)
· Transplantasi
ginjal
D. ASUHAN
KEPERAWATAN GAGAL GINJAL
1. Pengkajian
Menurut Wong, 2004 dalam Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik, fokus pengkajian pada anak dengan gagal ginjal
adalah :
1) Pengkajian awal
· Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus
pada pengukuran parameter pertumbuhan.
· Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai
disfungsi ginjal, perilaku makan, frekuensi infeksi, tingkat energi.
· Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal
kronik.
2) Pengkajian terus menerus
· Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala baru atau
peningkatan gejala.
· Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan
perhatian khusus pada tekanan darah, tanda edema, atau disfungsi neurologis
· Kaki respons psikologis pada penyakit dan terapinya.
· Bantu pada prosedur diagnostik dan pengujian
(urinalisis, hitung darah lengkap, kimia darah, biopsi ginjal).
a) Biodata
70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah
1 tahun pada minggu pertama kahidupannya.
b) Keluhan
utama
c) Riwayat
penyakit sekarang
Urine klien kurang dari biasanya kemudian
wajah klien bengkak dan klien muntah.
d) Riwayat
penyakit dahulu
1) Diare
hingga terjadi dehidrasi
2) Glomerulonefritis
akut pasca streptokok
3) Penyakit
infeksi pada saluran kemih yang penyembuhannya tidak adekuat sehingga
menimbulkan obstruksi.
e) Riwayat
penyakit keluarga
Tidak ada hubungan secara langsung dalam
timbulnya penyakit gagal ginjal.
f) Activity
Daily Lifa
1) Nutrisi
: Nafsu makan menurun (anorexia), muntah
2) Eliminasi
: Jumlah urine berkurang sampai 10–30 ml sehari
(fase oliguria)
3) Aktivitas
: Klien mengalami kelemahan
4) Istirahat
tidur : Kesadaran menurun
g) Pemeriksaan
1) Pemeriksaan
Umum:
BB meningkat, TD dapat normal, meningkat
atau berkurang tergantung penyebab primer gagal ginjal.
2) Pemeriksaan
Fisik:
· Keadaan Umum : malaise, debil, letargi, tremor,
mengantuk, koma.
· Kepala
:Edema periorbital
· Dada
:Takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas
tambahan.
· Abdomen
:Terdapat distensi abdomen karena asites.
· Kulit : pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu
mengkilat, kulit kering bersisik.
· Mulut : lidah kering dan berselaput, fetor
uremia, ulserasi dan perdarahan pada mulut
· Mata : mata merah.
· Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan,
gagal jantung, pericarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena
jugularis, friction rub perikardial.
· Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru,
efusi pleura, krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
· Gastrointestinal : anorexia, nausea, gastritis,
konstipasi/diare, vomitus, perdarahan saluran GI.
· Muskuloskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan
otot, fraktur tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
· Genitourinari : amenore, atropi testis, penurunan
libido, impotensi, infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
· Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku.
· Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah
mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
2. Diagnosa
Keperawatan
a) Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal, menurunnya filtrasi
glomerulus, retensi cairan dan sodium.
b) Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan edema polmonal.
c) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
d) Kurang
pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan.
e) Gangguan
istirahat tidur berhubungan berhubungan dengan edema paru.
f) Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru.
g) Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan kelebihan volume cairan.
h) Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar ureum dalam darah.
i) Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia iskemik.
3. Intervensi
a) Dx.
Kep. I
Tujuan
: Tidak memperlihatkan tanda-tanda kelebihan cairan.
Kriteria
hasil : Tidak ada edema.
Intervensi:
1) Monitor
intake dan output
R/ Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.
2) Pertahankan
pembatasan cairan
R/ Membantu menghindari periode
tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan terbatas dan menurunkan rasa
kekurangan dan haus.
3) Monitor
berat badan
R/ Penimbangan BB harian adalah
pengawasan status cairan terbaik.
Peningkatan BB 0,5 kg/hari diduga adanya retensi cairan.
4) Monitor
TD dan HB
R/ Tachycardi dan HT terjadi karena
kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine dan pembatasan cairan berlebihan
selama mengobati hipovolemia/ hipotensi/perubahan fase oliguria gagal ginjal.
5) Kaji
edema, turgor kulit, membran mukosa
R/ Edema terjadi terutama pada masa
jaringan yang tergantung pada tubuh. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg
cairan sebelum edema pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan
tanda perpindahan cairan ini, karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh
akumulasi cairan walaupun minimal.
b) Dx.
Kep. II
Tujuan
: Pola nafas anak menjadi efektif kembali.
Kriteria hasil
: Bunyi nafas bersih.
Intervensi :
1) Kaji
bunyi nafas
R/ Kelebihan cairan dapat
menimbulkan edema paru dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas tambahan.
2) Bila
sesak, posisikan kepala lebih tinggi, pemberian oksigen dan latihan nafas dalam
R/ Meningkatkan lapang paru.
c) Dx.
Kep. III
Tujuan
: Anak menunjukkan BB yang sesuai dan ada nafsu makan serta dapat menyelesaikan
makanan sesuai diit.
Kriteria
hasil : Klien
menghabiskan porsi diitnya.
Intervensi :
1) Timbang
BB tiap hari
R/ Px. puasa/katabolik akan secara
normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
2) Kaji
pola makan anak dan pembatasan makanan
R/ Memberikan Px. tindakan
terkontrol dalam pembatasan diit.
3) Jelaskan
tentang diit yang diberikan dan alasannya
R/ Pengetahuan Px./keluarganya
tentang diit yang diberikan membuat klien/keluarga lebih kooperatif.
d) Dx.
Kep. IV
Tujuan
: Anak dan keluarga akan memahami proses penyakit, prognosis dan pengobatan
yang diberikan.
Kriteria
hasil : Pengetahuan klien
dan keluarga meningkat dan kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
Intervensi:
1) Kaji
tingkat pamahaman anak dan keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan
pengobatan.
R/ Memberikan dasar pengetahuan
dimana Px./keluarga dapat membuat pilihan informasi.
e) Dx.
Kep. V
Tujuan
: Kebutuhan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil
: Klien dapat beristirahat dengan
tenang
Intervensi
:
1) Temani
dan bantu bila anak muntah.
R/ Dengan ditemani dan
dibantu pada saat muntah akan menghilangkan kegelisahan dan kecemasan anak.
2) Batasi
aktivitas fisik dan hindarkan anak dari stress emosional (menangis, sedih,
bercanda berlebihan).
R/ Pembatasan aktivitas
fisik dan stress emosional penting untuk menghindarkan adanya penyebab serangan
batuk.
3) Anjurkan
keluarga memberikan lingkungan yang tenang.
R/ Lingkungan yang
tenang merupakan sebagian dari terapi suportif yang memberikan rasa aman dan
nyaman bagi pasien.
f) Dx.
Kep. VI
Tujuan :
Bersihan jalan nafas efektif, pola nafas dan pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil
:Suara nafas vesikuler.
Intervensi
:
1) Lakukan
auskultasi suara 2 – 4 jam sekali.
R/ Mengetahui obstruksi pada saluran nafas
dan menifestasinya pada suara nafas.
2) Berikan
posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki
R/ Penurunan diafragma dapat membantu
ekspansi paru maskimal.
3) Ubah
posisi klien tiap 2 jam.
R/ Posisi klien yang tetap secara terus
menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada
dibagian bawah.
4) Monitor
tanda vital tiap 4 jam.
R/ Peningkatan frekwensi nafas
mengindikasi tingkat keparahan.
g) Dx.
Kep. VII
Tujuan
:Meningkatkan derajat rasa nyaman klien.
Kriteria hasil
:Klien terlihat rileks, dapat
tidur dan beristirahat.
Intervensi
:
1) Biarkan
pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur.
R/ Tirah baring mungkin
diperlukan sampai perbaikan objektif dan subjektif didapat.
2) Dorong
penggunaan tekhnik manajemen sterss, misalnya relaksasi.
R/ Meningkatkan
relaksasi, meningkatkan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
3) Libatkan
dalam aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
R/ Meningkatkan
relaksasi, mengurangi tegangan otot / spasme memudahkan untuk ikut serta dalam
dalam terapi.
h) Dx.
Kep. VIII
Tujuan
:Klien tidak menunjukkan tanda-tanda adanya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil
:Mempertahankan kulit utuh /
kulit tidak pecah-pecah.
Intervensi
:
1) Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna dan turgor kulit.
R/ Menandakan area
sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan decubitus atau infeksi.
2) Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit.
R/ Mendeteksi adanya
dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada
tingkat seluler.
3) Inspeksi
area tergantung terhadap edema.
R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau
robek.
4) Ubah
posisi dengan sering, beri bantalan pada tonjolan tulang.
R/ Menurunkan tekanan pada
edema.
5) Pertahankan
linen tetap kering.
R/ Menurunkan iritasi
dermal dan resiko kerusakan kulit
6) Anjurkan
menggunakan pakaian katun longgar.
R/ Mencegah iritasi
dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
i) Dx.
Kep. IX
Tujuan
:Perfusi jaringan perifer tetap adekuat.
Kriteria hasil
:
· Suhu
ekstremitas hangat, tidak lembab, warna merah muda.
· Ekstremitas
tidak nyeri, tidak ada pembengkakan.
· Turgor
kembali dalam 1 detik.
Intervensi :
1) Kaji
dan cacat tanda-tanda vital (kualitas dan frekuensi nadi, tensi, capilarry
refill).
R/ Tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui penurunan perfusi jaringan.
2) Kaji
dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembaban dan warna).
R/ Suhu dingin, warna
pucat dan ekstremitas menunjukkan sirkulasi darah kurang
adekuat.
3) Nilai
kemungkinan kematian jaringan ekstremitas lebih awal dapat berguna untuk
mencegah kematian jaringan.
R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau
robek.
4. Pelaksanaan
a) Mempertahankan
keseimbangan cairan
b) Menjaga
fungsi pernapasan
c) Memberikan
stimulus untuk meningkatkan nafsu makan
d) Menciptakan
metode komunikasi yang dapat dipahami oleh klien dan keluarga.
e) Mempertahankan
suhu tubuh dalam batas normal
f) Menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi klien untuk memenuhi kebutuhan istirahat
tidurnya.
g) Mempertahankan
keefektifan bersihan jalan nafas
h) Memberikan
suasana dan posisi yang nyaman bagi klien.
i) Mempertahankan
agar tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
j) Memantau
terjadinya tanda-tanda perubahan perfungsi jaringan.
5. Evaluasi
a. Suhu
tubuh 365 - 372 °C
b. Adanya
minat dan selera makan
c. Porsi
makan sesuai dengan kebutuhan
d. Klien
tidak sesak
e. Orang
tua mengerti tentang penyakit anaknya
f. Kebutuhan
istirahat tidur terpenuhi
g. Bersihan
jalan nafas efektif
h. Klien
menyatakan merasa nyaman
i. Tidak
terjadi kerusakan integritas kulit
j. Perfusi
jaringan adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta.
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C.
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty
Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Sowden Linda A.
(2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.